BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah K3 di Indonesia
Usaha
K3 di Indonesia dimulai tahun 1847 ketika mulai dipakainya mesin uap oleh
Belanda di berbagai industri khususnya industri gula. Tanggal 28 Februari 1852,
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Stbl no 20 yang mengatur mengenai
keselamatan dalam pemakaian pesawat uap yang pengawasannya diserahkan kepada
lembaga Dienst Van Het Stoomwezen. Selanjutnya penggunaan mesin semakin
meningkat dengan berkembangnya tekonologi dan perkembangan industri. Untuk itu,
pada tahun 1905 dengan Stbl no 521 pemerinrah Hindia Belanda mengeluarkan
perundangan keselamatan kerja yang dikenal dengan Veiligheid Regelement
disingkat VR yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930 sehingga terkenal
dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi landasan penerapan K3 di Indonesia.
Perlindungan
tenaga kerja dibidang keselamatan kerja di Indonesia juga telah mengalami
perjalanan sejarah yang panjang, telah dimulai lebih dari satu abad yang lalu.
Baru pada tahun 1852 untuk melindungi tenaga kerja di perusahaan yang memakai
pesawat uap, ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang pesawat uap. Di
akhir abad ke 19 penggunaan tenaga listrik telah dimulai pada beberapa pabrik.
Sebagai akibat penggunaan tenaga listrik tersebut banyak terjadi kecelakaan
oleh karenanya maka pada tahun 1890 ditetapkan peraturan perundangan di bidang
kelistrikan.Pada awal abad ke 20, sejalan dengan perkembangan di Eropa,
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengadakan berbagai langkah perlindungan
tenaga kerja dengan menerbitkan Veilegheids Reglement (Undang-undang
Keselamatan) yang ditetapkan pada tahun 1905 Stbl. Setelah itu dikeluarkan
Loodwit Ordonnantie (Stbl.No. 509 Thn 1931), yang mengatur pengawasan terhadap
bahan-bahan yang mengandung racun yang digunakan perusahaan (pabrik cat, accu,
percetakan dan lain-lain) dan dikeluarkan pula Vuurwerk Ordonnantie dan
Vuurwerk Verodening (Stbl. no.143 Thn.1932 dan No.10 Thn 1933), yang mengatur
pengawasan terhadap penggunaan petasan. Kemudian pada tahun 1938 dan 1939 berturut-turut
dikeluarkan Industriebaan Ordonnantie dan Industriebaan Verodening(Stbl. No.595
Thn dan No. 29 Thn) yaitu pengaturan
terhadap jalan kereta api, loko dan gerbongnya yang dipergunakan sebagai alat
pengangkut untuk kepentingan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan,
kerajinan atau perdagangan selain jalan kereta api. Pada tahun 1940 diterbitkan
Restributie Ordonnantie dan Restributie Verordening (Stbl. No.424 Thn dan Stbl.
No.425 Thn 1940).
2.2
Perkembangan K3 di Indonesia
K3
ini menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Pada
kondisi K3 di Indonesia, berdasar data tahun 2004 hingga Januari 2005, tingkat
kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 95.418 kasus dengan 1736 pekerja
meninggal, 60 pekerja mengalami cacat tetap, 2932 pekerja cacat sebagian dan
6114 pekerja mengalami cacat ringan. Kondisi ini sesungguhnya sudah mengalami
penurunan angka kecelakaan kerja jika dibandingkan dengan data pada tahun 2003
yaitu 105.846 kasus, terjadi penurunan kasus sekitar 9,9%. Bila dilihat dalam
rentang waktu 5 tahun mulai tahun 1999, kasus kecelakaan kerja di Indonesia
mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada tabel berikut:
Kasus kecelakaan kerja
di Indonesia
Tahun
|
Jumlah
Kasus
|
Pertumbuhan
|
1999
|
91.510
|
-
|
2000
|
98.902
|
8,08
%
|
2001
|
104.774
|
5,94
%
|
2002
|
103.804
|
-0,92
%
|
2003
|
105.846
|
1,97
%
|
2005
|
95.418
|
-9,85
%
|
Walaupun
terjadi penurunan jumlah kasus kecelakaan kerja, pada tahun 2005 jumlah
kecelakaan kerja di Indonesia menduduki peringkat tertinggi di antara
negara-negara ASEAN. Kondisi yang sama juga terjadi di tahun 2001, standar
keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara
di Asia Tenggara lain, termasuk 2 negara lain yaitu Bangladesh dan Pakistan.
Sayangnya,
masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan
pedoman K3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45%
dari total jumlah perusahaan di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan
di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam
perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam
melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan
kerja di lingkungan kerja. Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan
melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kondisi kerja yang aman dan sehat.
Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih rendahnya
kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan
kerja, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7%
angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan
tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan SD.
Sebenarnya,
penerapan K3 dalam sistem manajemen perusahaan memberikan banyak keuntungan
selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap terjaganya kesehatan,
keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik perusahaan
yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa
dengan komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga
dapat menekan biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa
nilai kompensasi yang harus dibayar karena kecelakaan kerja di Indonesia tahun
2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika dilihat data 2003 yang sebesar 190,607 milliar
rupiah, merupakan suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang
percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995
pemerintah AS harus menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena
kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan kerugian sebesar 67,9 milliar
dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.
Berdasarkan
data yang dikutip dari situs resmi Kemenakertrans, Minggu (5/6/2011), pada
tahun 2011 ini, jumlah perusahaan yang mendapatkan penghargaan zero
accident tercatat sebanyak 512 perusahaan. Hal ini
meningkat dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 486 perusahaan dan 287
perusahaan pada tahun 2009.
Sementara
itu, jumlah perusahaan yang meraih penghargaan SMK3 tahun 2011 mencapai 238
perusahaan. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2010 sebanyak 180 perusahaan
dan tahun 2009 sebanyak 150 perusahaan.
2.3
Kendala Implementasi K3 Di Indonesia
Angka kecelakaan kerja di Indonesia masih dinilai tinggi.
Berdasarkan data International Labor Organization (ILO) atau organisasi buruh
internasional pada 2008, setiap tahun diperkirakan 1,2 juta pekerja meninggal
akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Sedangkan data Jamsostek
lebih tinggi lagi. Pada 2010, tercatat 98.711 kasus. Dari angka tersebut, 2.191
tenaga kerja meninggal dunia, dan menimbulkan cacat permanen sejumlah 6.667
orang. Jumlah klaim yang harus dibayarkan untuk kasus-kasus tersebut mencapai
Rp 401.237.441.579.
Tingginya angka kecelakaan kerja antara lain disebabkan
tingkat kesadaran pengusaha dan pekerja terhadap pentingnya K3 Keselamatan
Kesehatan Kerja) masih rendah. Kemudian lebih dari 50 persen memiliki latar
belakang pendidikan yang rendah. Hal ini memberikan kontribusi terhadap
rendahnya kesadaran.
Belum diterapkannya sistem manajemen K3 secara optimal.
Belum tersedianya data Penyakit Akibat Kerja (PAK), ketidakseimbangan antara
besarnya jumlah perusahaan dengan SDM Bidang K3. Risiko yang dihadapi pekerja adalah terjadinya
kecelakaan kerja dan, penyakit akibat kerja yang pada akhirnya akan
meningkatkan biaya produksi, angka absensi. Semuanya berujung pada menurunnya
produktivitas kerja. Masih banyak kendala dan masalah yang dihadapi dalam
penerapan Program K3 di Indonesia.
Misalnya :
1. Petugas kesehatan dan keselamatan kerja belum mampu
menunjukkan keuntungan program kesehatan
dan keselamatan kerja dalam bentuk uang pada perusahaan. Selama ini tujuan
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja baru sampai pada tahap menciptakan
tempat dan lingkungan kerja yang sehat dan aman saja, sehingga karyawan sehat
dan selamat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Sedangkan penerapan ergonomi lebih maju sedikit karena
mengupayakan agar tenaga kerja mampu bekerja secara sehat, selamat dan efisien
sehingga produktivitas kerjanya meningkat.
2. Manajemen
perusahaan memberikan prioritas rendah dan paling belakang pada program K3 dan ergonomi dalam program kerja
perusahaan.
3. Program
K3 dan ergonomi lebih banyak program kuratif dibandingkan program Preventif dan promotif.
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai K3 dan ergonomi dari pihak manajemen maupun karyawan.
5. Keterbatasan
modal
Akibat program yang
belum jelas manfaatnya dari sudut
pengeluaran dan keuntungan, serta terjadinya pengeluaran yang besar untuk
pelaksanaan program K3 dan ergonomi, apalagi disertai modal yang terbatas maka
pelaksanaan program K3 dan ergonomi
tidak menjadi prioritas bagi manajemen maupun karyawan. Walaupun modal terbatas
kalau tujuan program sudah jelas apalagi mampu untuk menekan pengeluaran dan
bisa meningkatkan keuntungan maka modal yang terbatas kemungkinan bisa
disisihkan untuk penerapan program K3 dan ergonomi.
6. Pengawasan
dan penerapan sangsi yang lemah oleh pemerintah.
Penerapan peraturan
yang tidak disertai dengan pengawasan dan sangsi yang ketat dan kontinyu
seperti penerapan program K3 dan ergonomi tidak akan bisa berjalan sesuai yang
diharapkan. Namun dengan adanya tuntutan konsumen atau para importir
pelaksanaan K3 menjadi kategori diterima atau tidaknya produk suatu perusahaan
maka mau tidak mau program K3 harus dilaksanakan.
Selama
2010, Jamsostek mencatat terjadi kasus kecelakaan kerja sebanyak 98.711 kasus
dan sebanyak 2.191 tenaga kerja meninggal dunia dari kasus-kasus kecelakaan
tersebut dan 6.667 orang mengalami cacat permanen. “Diyakini masih banyak
kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan, sehingga data kecelakaan di atas
merupakan fenomena ‘Gunung es’,”.
Selain
itu juga karena, adanya ketidak seimbangan antara besarnya jumlah perusahaan
dengan SDM Bidang K3 serta belum optimalnya tenaga kerja untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan kerja., penerapan prinsip K3 juga masih mengalami kendala
di daerah antara lain disebabkan oleh adanya otonomi daerah yang berdampak
kepada lemahnya penerapan K3 di perusahaan-perusahaan
.
2.4
Implementasi K3 yang baik
Dengan
penerapan K3 yang baik dan terarah dalam suatu wadah industri tentunya akan
memberikan dampak lain, salah satunya tentu sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas.
Agar
manajemen K3 dapat diterapkan dengan baik di suatu instansi, maka pengurus atau
pimpinan hendaknya mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Menetapkan
kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan MK3
2. Merencanakan
pemenuhan kebijakan, tujuan, dan masa sasaran penerapan MK3
3. Menerapkan
kebijakan K3 secara efektif, dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme
pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasarna
tersebut.
4. Mengukur,
memantau dan mengevaluasi kenerja K3 dalam hal tindakan perbaikan dan
pencegahan kecelakaan kerja
5.Meninjau
secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan MK3 di instansi secara berkesinambungan, dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
Telah
diketahui bahwa kecelakaan kerja yang terbesar adalah faktor kesalahan manusia,
yaitu kurangnya kesadaran tenaga kerja, pengusaha atau instansi, terutama dalam
melaksanakan berbagai peraturan. Banyak pengusaha menganggap bahwa keselamatan
dan kesehatan kerja kurang bermanfaat dan menambah biaya saja. Hal seperti ini
menimbulkan sikap acuh tak acuh sehingga hanya dapat menurunkan produktivitas
kerja, kenyamanan, serta keamanan dalam bekerja. Tujuan keselamatan kerja
adalah sebagai berikut:
1. Melindungi
tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas.
2. Menjamin
keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Memelihara
dan menggunakan sumber produksi secara aman dan efisien. Program
keselamatan kerja yang meliputi bab-bab peristilahan, syarat-syarat keselamatan
kerja, pengawasan, pembinaan, panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan
kerja, pelaporan kecelakaan, kewajiban pengurus dan ketentuan-ketentuan penutup
telah di atur secara rinci dalam undang-undang no 1 tahun 1970. Dengan
syarat
perundangan diterapkan syarat-syarat keselamatan kerja dengan tujuan:
1. Mencegah
dan mengurangi kecelakaan.
2. Memberi
pertolongan pada kecelakaan.
3. Mencegah
dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik,psikis, peracunan,
infeksi dan penularan.
4. Mencegah,
mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
5. Mencegah
dan mengurangi bahaya peledakan.
6. Memberi
alat-alat pelindung diri pada tenaga kerja.
7. Memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai.
8. Menyelenggarakan
suhu dan lembab udara yang baik.
9. Memelihara
kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
10. Memperoleh
keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
11. Mencegah
sengatan aliran listrik yang berbahaya.
12.Menyelesaikan
dan menyempurnakan pengamanan pada pekerja yang kecelakaanya menjadi bertambah
tinggi.
Serta memberikan
kebijakan dan strategi yang benar bagi para karyawan misalnya :
1. Peningkatan koordinasi
berdasarkan kemitraan yang saling mendukung.
2. Pemberdayaan pengusaha,
tenaga kerja dan pemerintah agar mampu menerapkan dan meningkatkan budaya
keselamatan dan kesehatan kerja
3. Pemerintah berperan
sebagai fasilitator dan regulator
4. Penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari manajemen perusahaan.
5. Pemahaman dan penerapan
norma keselamatan dan kesehatan kerja yang berkelanjutan.
2.5
Manfaat implementasi k3
Berbagai
manfaat yang dirasakan perusahaan setelah
melaksanakan K3 diantaranya adalah :
1. Muncul
rasa aman dan nyaman yang dirasakan karyawan. Aman dan nyaman selama bekerja karena karyawan dapat mengetahuia bagaimana menerapkan K3 sehingga mudah-mudahan
keselamatan kerja terjamin. Suasana kantor juga jadi lebih kondusif.
2. Ruangan
kerja menjadi lebih bersih, sehat dan produktif sesuai dengan tujuannya yang ingin menciptakan
lingkungan kerja yang BIR (bersih,
indah, rapi).
3. Sudah
terdapat tim tanggap darurat di tiap lantai yang sudah memahami semua tugasnya.
Kotak P3K yang juga ada di tiap lantai yang selalu stand by untuk membantu karyawan, tamu atau
mitra yang membutuhkan.
4. Sudah
terdapat tim tanggap darurat di tiap lantai yang sudah memahami semua tugasnya.
Kotak P3K yang juga ada di tiap lantai yang selalu stand by untuk membantu karyawan, tamu atau
mitra yang membutuhkan.
5. Dengan
suasana kerja yang aman, nyaman, kondusif maka secara otomatis akan
meningkatkan produktivitas karyawan.
2.6
Undang-Undang Yang Mengatur K3
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah merupakan ketentuan perundangan dan memiliki
landasan hukum yang kuat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat
dalam proses produksi yaitu pengusaha dan pekerja. Di Indonesia, peraturan
perundangan yang mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja antara lain:
1.
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Isi undang-undang ini
adalah sebagai berikut :
a. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional
b. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat
kerja perlu terjamin pula keselamatannya
c. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan
dipergunakan secara aman dan effisien
d. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala
daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja
e. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan
dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan
kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan
teknologi
2.
Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Isi undang-undang ini
adalah :
a. Bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional,
tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku
dan tujuan pembangunan
c. Bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga
kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan
tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
d. Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja
dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha
e. Bahwa beberapa undang undang di bidang
ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik
kembali
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang undang tentang
Ketenagakerjaan
3.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
a. Bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil,
makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual
b. Bahwa dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam
perkembangan pembangunan nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya
penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha dapat mengakibatkan
semakin tinggi risiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
tenaga kerja, sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja
c. Bahwa perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik
dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui program jaminan
sosial tenaga kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak
positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga
kerja
d. Bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia
untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Tahun 1977 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3112) belum mengatur
secara lengkap jaminan sosial tenaga kerja serta tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan.
e. Bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkan
Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Angka
kecelakaan di Indonesia tergolong sangat tinggi karena perusahaan banyak yang
mengabaikan arti pentingny K3, bagi karyawan maupun perusahaan itu sendiri
namun karena K3 dianggap masalah sepele maka banyak pegawai tidak menerima
haknya untuk dapat bekerja dengan sehat, tenang dan tidak terlalu memikirkan
masa depan akan kesehatannya mendatang
Tetapi
dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dalam penerapan k3
mengalami peningkatan karena Pemerintah senantiasa melakukan upaya
sosialisasi, bimbingan teknis dan pengawasan ketat bagi penerapan norma-norma
K3 di lingkungan kerja, namun walaupun sudah banyak mengalami peningkatan
implementasi K3 masih banyak menemui kendala yang dapat menghambat implementasi
K3 yang baik.
3.2
Saran
K3
merupakan suatu cara untuk menekan angka kecelakaan akibat kerja di setiap
perusahaan, alangkah baiknya jika setiap perusahaan dapat mengetahui pentingnya
K3 dan pentingnya kesehatan para pegawai untuk menciptakan tenaga kerja yang
produktif dan produktivitas yang tentunya bermanfaat untuk perusahaan itu
sendiri. Misalnya dengan melakukan pemantauan lingkungan kerja, wawancara
dengan pekerja,konsultasi dengan tim K3, menetapkan pengendalian, penerapan
langkah pengendalian dan memonitoring dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.unud.ac.id (akses tanggal 3 desember 2011)
http://listiyonobudi.blogspot.com (akses tangggal 2 desember 2011)
http://www.equator-news.com (akses tangggal 2 desember 2011)
http://hendrasilondae.wordpress.com (
akses tanggal 1 desember 2011)
http://kesehatansejati.blogspot.com (akses tangggal
5 desember 2011)
http://repository.usu.ac.id (akses tanggal 5 desember 2011)
http://economy.okezone.com ( akses tanggal 5 desember
2011)
PERTANYAAN
PERTANYAAN
DISKUSI
1. Putra kelompok 2
·
Mengapa perusahaan belum bisa menerapkan
K3 dengan baik sedangkan K3 sudah mempunyai prosedur yang baik?
Jawab
:
Karena
secara kehidupa nyata perusahaan belum memiliki kesadaran tentang pentingnya
K3, dan karyawannya belum sadar dengan bahaya penyakit akibat kerja yang tengah
mengincarnya.
2. Eko
Fiedzahroni kelompok 3
·
Bagaimana cara mengatasi kendala K3?
Jawab:
Kendala
K3 dapat di atasi dengan cara :
1. Menetapkan
kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan MK3
2. Merencanakan
pemenuhan kebijakan, tujuan, dan masa sasaran penerapan MK3
3. Menerapkan
kebijakan K3 secara efektif, dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme
pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasarna
tersebut.
4. Mengukur,
memantau dan mengevaluasi kenerja K3 dalam hal tindakan perbaikan dan
pencegahan kecelakaan kerja
5. Meninjau
secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan MK3 di instansi secara
berkesinambungan, dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
·
Dengan menerapkan K3 secara efektif dan
Efisien.
3. Nopri
Irawannsyah kelompok 6
·
Apahah ada ganti rugi seandainya pekerja
mengalami kecelakaan akibat kerja, jika ada kepada siapa meminta tanggung
jawabnya?
Jawab
:
Ada,
jika pekerja mengalami kecelakaan akibat kerja maka pekerja tersebut berhak
mendapatkan anti rugi kepada perusahaan yang memperkerjakannya.